Judul : Orang-Orang Biasa
Penulis : Andrea Hirata
Tahun terbit : Februari 2019
Jumlah halaman : xii + 300 halaman
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Andrea Hirata, penulis hebat Indonesia, berhasil menginspirasi jutaan orang lewat karya perdananya yang edar akhir 2005, Laskar Pelangi. Buku Laskar Pelangi telah terbit dalam berbagai edisi, tidak hanya bahasa Inggris atau Malaysia, tetapi juga Jerman, China, Arab, Jepang, Italia, Bulgaria, dan banyak lagi. Novelnya juga dapat pujian media besar seperti The Economist, Der Spiegel, Sydney Morning Herald hingga The Guardian. Banyak juga testimoni dari pembaca seluruh dunia yang begitu terinspirasi oleh Laskar Pelangi. Nah, Bagaimana dengan karya Andrea Hirata yang ke-10, “Orang-Orang Biasa?”
Novel “Orang-Orang Biasa” justru kebalikan dari Laskar Pelangi. Untuk tahu dua novel ini berkebalikan kamu perlu diingatkan sedikit tentang cerita Laskar Pelangi. Tema besar Laskar Pelangi adalah from zero to hero, bagaimana orang kecil yang miskin dan bukan siapa-siapa pada akhirnya bisa meraih kesuksesan hidup. Jalannya lewat pendidikan. “Orang-Orang Biasa” tak memiliki intan-intan semacam Ikal, Lintang atau Mahar. Yang dipunya justru arang-arang hitam, mereka yang dipermainkan nasib: jadi orang miskin sekaligus bodoh. Lewat novel antitesis ini, sang penulis, Andrea Hirata, seolah hendak bilang apa yang diceritakannya di Laskar Pelangi sebuah anomali. Memang bisa saja ada manusia-manusia cerdas di tengah kemiskinan, tapi jumlahnya minim. Kebanyakan orang miskin terus hidup miskin hingga dipanggil Tuhan. Yang diceritakan di Laskar Pelangi adalah orang-orang istimewa, sedang di novel teranyarnya tentang orang miskin kebanyakan alias orang biasa.
Di novel ini kita akan membaca kisah sepuluh sekawan yang bernasib sial sejak kecil. Mereka murid-murid terbodoh di kelas sekaligus datang dari keluarga miskin. Lantaran bodoh dan miskin, mereka jadi sasaran empuk penindasan. Nasib buruk itu berlangsung hingga mereka dewasa. Mereka tak bisa keluar dari lingkaran kemiskinan seperti sekawan di Laskar Pelangi. Ada yang jadi orangtua tunggal, membesarkan anak-anaknya sambil berjualan mainan. Ada yang menjadi supir dan pegawai rendahan. Ada yang membuka kios buku tapi sepi pembeli. Ada yang menjadi guru honorer bergaji kecil tapi punya banyak anak.
“Ketika cinta akhirnya menaklukkan logika” merupakan kata mutiara yang ada di cover buku ini. Dalam novel ini dijelaskan bahwa kita harus selalu mengkaji sesuatu dan mengikuti kajian yang berlandaskan Al-Qur’an, Sunnah, dan Itjihad agar sesuatunya sesuai dengan ajaran. Banyak sekali pelajaran yang terkadang luput dalam kehidupan kita tentang mengenali Islam. (Naufal Wiwit Putra kelas 8L)